Sumber : http://jembersantri.blogspot.com/2012/12/cara-membuat-efek-bubble-pada-cursor-di-blog.html#ixzz2W3Nh9HY1 Follow us: jembersantri.blogspot.com on Facebook

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 09 Juni 2013

Pemeriksaan Extremitas Atas dan Bawah


Teknik Pemeriksaan :
1.    Pemeriksaan ini dibuat dengan posisi AP dan Lateral sedemikian rupa sehingga tampak kedua sendi pada satu film.
2.    Pada klinis dislokasi, oeteoatritis, dibuat foto perbandingan ka dan kiri.
3.    Untuk obyek yang memakai gips faktor eksposure ( kV dan mAs ) dinaikan    5 –10 kV terutama pada gips ysng masih bar dan basah.
Persiapan     :
a.    Persiapan Pasen ; tidak ada persiapan khusus bagi pasen
b.    Persipan alat        ;
1.    Pesawat Rontgen dengan kapasitas minimal 100 kV dan 100 mA.jenis mobile atau BSR.
2.    Cassette dengan kontak film screen jenis MR 100 ( blue/green emitted ), untuk tulang panjang pastikan gambaran kedua sendi masuk dalam film.
3.    Film Jenis Blue/Green sensitif yang berukuran sesuai sesuai dengan casste yang dipakai ( 18 x 40, 18 x 24m 24 x 30, 30 x 40 Cm )
4.    Marker R / L
5.    Plester untuk menempelkan marker pada Cassette.
6.    Lead Rubber untuk menutup daerah luasan cassete yang belum dieksposi
7.    Alat bantu berupa bantalan pasir untuk ganjal dan fixasi obyek (bila perlu )
Faktor Eksposi       :
a.    kV                   : 40 – 60
b.    mA                  : 100
c.    Second          : 0.02 – 0.12
d.    FFD                : 96 – 100 Cm
e.    Focus             : kecil
f.     Grid                 : -
g.    Luas lapangan penyinaran sesuai dengan besarnya obyek
Teknik Radiografi  :
A.   Teknik Radiografi Ektremitas Atas
1.    Teknik Radiografi Digiti
a.    Posisi Pasen
Pasen duduk tegak menyamping meja pemeriksaan, dengan obyek yang akan diperiksa diletakkan di atas cassette ( ukuran 18 x 24 Cm )
b.    Posisi Obyek
Posis PA   : Posisikan obyek dalam posisi PA sedemikian rupa sehingga obyek menempel rata dengan cassette dan pastikan sudah true PA.
Posisi Lat   : Tekuk jari-jari yang tidak sakit sehingga bebas dari overlapping dengan jari yang lain, bila perlu pakai ganjalan, pastikan sudah dalam posisi true lateral
c.    Sentrasi     : Pada titik didaerah tengah digiti, dengan arah sinar tegak lurus film
d.    Fajtor Eksposi       : 40 – 42 kV, 2-5 maS
e.    Kriteria Imej
Tampak gambaran digiti dalam posisi true PA, dan Lateral pada satu film
Tampak Marker dan identitas pasen.
Tampak gambaran digiti dengan garis-garis tulang yang jelas ( detail tinggi )
2.    Teknik Radiografi Manus
a.    Posisi Pasen
Pasen duduk tegak menyamping meja pemeriksaan, dengan obyek yang akan diperiksa diletakkan di atas cassette ( ukuran  24 x 30 Cm )
b.    Posisi Obyek
Posis PA   : Posisikan obyek dalam posisi PA sedemikian rupa sehingga obyek menempel rata dengan cassette dan pastikan sudah true PA.
Posisi Lat   : Tekuk jari-jari sedemikian rupa sehingga jari bebas dari overlapping dengan jari yang lain, bila perlu pakai ganjalan, pastikan sudah dalam posisi true lateral
c.    Sentrasi     : Pada titik didaerah digiti III bagian distal, dengan arah sinar tegak lurus film
d.    Fajtor Eksposi       : 40 – 42 kV, 2-5 maS
f.     Kriteria Imej
Tampak gambaran manus dalam posisi true PA, dan Lateral pada satu film
Tampak Marker dan identitas pasen.
Tampak gambaran seluruh digiti dengan garis-garis tulang yang jelas ( detail tinggi )
3.    Teknik Radiografi Antebrachii
a.    Posisi Pasen
Pasen duduk tegak menyamping meja pemeriksaan, dengan obyek yang akan diperiksa diletakkan di atas cassette ( ukuran 24 x 30 Cm )
b.    Posisi Obyek
Posisi PA   : Posisikan obyek dalam posisi AP sedemikian rupa sehingga obyek menempel rata dengan cassette dan pastikan sudah true PA.
Posisi Lat   : Tekuk siku dan rendahkan bahu sedemikian rupa sehingga di pastikan sudah dalam posisi true lateral
c.    Sentrasi     : Pada titik didaerah tengah antebrachi
d.    Fajtor Eksposi       : 40 – 45 kV, 2-5 mAS
e.    Kriteria Imej
·   Tampak gambaran Antebrachii dalam posisi true PA, dan Lateral dengan kedua sendinya  pada satu film
·         Tampak Marker dan identitas pasen.
·         Tampak gambaran Antebrachii dengan garis-garis tulang yang jelas ( detail tinggi )
4.    Teknik Radiografi Cubiti.
a.    Posisi Pasen
Pasen duduk disamping meja pemeriksaan, dengan obyek yang akan diperiksa diletakkan di atas cassette ( ukuran 18 x 24 Cm )
b.    Posisi Obyek
Posisi AP   : Posisikan obyek dalam posisi AP ( putar lengan atas maksimal kearah lateral sedemikian rupa sehingga telpak tangan menghadap keatas )   menempel rata dengan cassette dan pastikan sudah true AP.
Posisi Lat   : Posisikan obyek dalam posisi Lateral ( putar lengan atas secara maksimal sedemikian rupa sehingga telapak tangan menhadap kearah medial dan rendahkan bahu sedemikian rupa sehimgga lengan atas sejajr dengan meja pemeriksaan ) dan pastikan sudah dalam posisi true lateral
c.    Sentrasi     : Pada titik didaerah tengah Cubiti
d.    Fajtor Eksposi       : 40 – 45 kV, 2-5 mAS
e.    Kriteria Imej
·    Tampak gambaran Humerus dalam posisi true PA, dan Lateral pada satu film dan tampak kedua sendinya
·         Tampak Marker dan identitas pasen.
·         Tampak gambaran humerus dengan garis-garis tulang yang jelas ( detail tinggi )
5.    Teknik Radiografi Humerus
f.     Posisi Pasen
Pasen supine di atas meja pemeriksaan, dengan obyek yang akan diperiksa diletakkan di atas cassette ( ukuran 24 x 30 Cm )
g.    Posisi Obyek
Posisi AP   : Posisikan obyek dalam posisi AP ( putar lengan atas maksimal kearah lateral sedemikian rupa sehingga telpak tangan menghadap keatas )   menempel rata dengan cassette dan pastikan sudah true PA.
Posisi Lat   : Posisikan obyek dalam posisi Lateral ( putar lengan atas secara maksimal sedemikian rupa sehingga telapak tangan menhadap kearah lateral ) dan pastikan sudah dalam posisi true lateral
h.    Sentrasi     : Pada titik didaerah tengah humerus
i.      Fajtor Eksposi       : 40 – 45 kV, 2-5 mAS
j.      Kriteria Imej
·    Tampak gambaran Humerus dalam posisi true PA, dan Lateral pada satu film dan tampak kedua sendinya
·         Tampak Marker dan identitas pasen.
·         Tampak gambaran humerus dengan garis-garis tulang yang jelas ( detail tinggi )
6.    Teknik Radiografi Scapula.
a.    Posisi Pasen
1.    Pasen supine di atas meja pemeriksaan, dengan obyek yang akan diperiksa diletakkan di atas cassette ( ukuran 24 x 30 Cm ).
2.    Pasen duduk menyender pada wall stand cassette, dengan bahu menempel pada tengah-tengah bidang cassette
b.    Posisi Obyek
Posisi PA   : Posisikan obyek dalam posisi AP, angkat lengan atas  sedemikian rupa sehingga lurus dengan bahu.
c.    Posisi Axial            : Posisikan obyek dalam posisi Lateral ( angkat lengan atas setinggi kepala kemudian tekuk kedepan secara maksimal sedemikian rupa sehingga scapula tidak overlaping dengan tulang iga ) dan pastikan sudah dalam posisi axial
d.    Sentrasi     : Pada titik didaerah tengah daerah scapula, sinar tegak lurus film
e.    Fajtor Eksposi       : 45 – 50 kV, 5-10 mAS
f.     Kriteria Imej
·         Tampak gambaran scapula dalam pandangan axial
·         Tampak garis-garis tulang ( detail tinggi )
·         Tampak marker dan identitas pasen
7.    Teknik Radiografi Clavicula
a.    Posisi Pasen
1.    Pasen supine di atas meja pemeriksaan, dengan obyek yang akan diperiksa diletakkan di atas cassette ( ukuran 18 x 24 Cm ), letak casette diatur agak lebih keatas ( 5 Cm diatas bahu ).
2.    Atau pasen duduk menyandar pada casstte yang dipasang pada cassette wallstand.
b.    Posisi Obyek
Posisi AP   : Posisikan obyek dalam posisi AP ( angkat lengan atas maksimal setinggi bahu )   dan menempel rata dengan cassette dan pastikan sudah true AP.
c.    Posisi Lateral         : tidak ada
d.    Sentrasi     : Pada titik didaerah tengah clavicula, dan arah sinar miring 5 0 kerah caudal
e.    Fajtor Eksposi       : 40 – 45 kV, 2-5 mAS
k.    Kriteria Imej
·         Tampak gambaran clavicula terlempar, tidak superposisi dengan apex paru
·         Tampak garis-garis tulang   ( detail tinggi )
·         Tampak marjer dan identitas pasen.

B.   Teknik Radiografi Ektemitas Bawah

  1. Teknik Radiografi Pedis
a.    Posisi pasen duduk pada meja pemeriksaan atau pada bangku dorong sedemikian rupa sehingga badan pasen berada agak jauh dari berkas sinar guna.
b.    Posisi Obyek
Posisi AP   : Posisikan obyek dalam posisi AP ( telapak kaki nempel rata dengan casete ) dan pastikan sudah true AP.
Posisi Oblique : Tempelkan telapak kaki rata dengan permukaan castte, miringkan kaki kearah medial
c.    Sentrasi     : Pada titik didaerah tengah metatarsal III, dan arah sinar tegak lurus film.
d.    Fajtor Eksposi       : 40 – 45 kV, 5 –10  mAS
e.    Kriteria Imej
·         Tampak gambaran pedis posisi AP dan Oblique
·         Tampak garis-garis tulang   ( detail tinggi )
·         Tampak marker dan identitas pasen.
  1. Teknik Radiografi Calcaneus
a.    Posisi pasen
Lateral : pase tidur miring pada sisi kaki yang akan diperiksa, kaki lainnya diletakan sedemikian rupa sehingga ankle joint menempel rata pada casette ( true lateral )
Axial : pasen tidur supine, telapak kaki ditarik kearah caudad.
b.    Posisi Obyek
Posisi Lateral : Posisikan obyek dalam posisi Lateral ( ankle joint ) nempel rata dengan casete ) dan pastikan sudah true AP.
Posisi Axial : Tempelkan calcaneus rata dengan permukaan castte, tarik kaki kearah cauda
c.    Sentrasi ( Lateral ) : Pada titik didaerah tengah Calcaneus, dan arah sinar miring 10 - 15 derajat kearah caudad
d.    Fajtor Eksposi       : 40 – 45 kV, 5 –10  mAS
e.    Kriteria Imej
·         Tampak gambaran Calcaneus posisi Lateral dan Axial
·         Tampak garis-garis tulang   ( detail tinggi )
·         Tampak marker dan identitas pasen.
  1. Teknik Radiografi Ankle
a.    Posisi pasen : tidur supine diatas meja pemeriksaan
b.    Posisi Obyek
Posisi AP   : Posisikan obyek dalam posisi AP ( tumit nempel rata dengan casete ) dan pastikan sudah true AP.
Posisi Lateral : Tempelkan pergelangan kaki rata dengan permukaan castte, miringkan kaki kearah laetral, pastikan true lateral
c.    Sentrasi     : Pada titik didaerah tengah ankle joint, dan arah sinar tegak lurus film.
d.    Fajtor Eksposi       : 40 – 45 kV, 5 –10  mAS
e.    Kriteria Imej
·         Tampak gambaran Ankle posisi AP dan Lateral
·         Tampak garis-garis tulang   ( detail tinggi )
·         Tampak marker dan identitas pasen.
  1. Teknik Radiografi Cruris
a.    Posisi pasen : tidur supine diatas meja pemeriksaan
b.    Posisi Obyek
c.    Posisi AP   : Posisikan obyek dalam posisi AP ( tungkai bawah nempel rata dengan casete ) dan pastikan sudah true AP.
d.    Posisi Lateral : Tempelkan tungkai bawah nempelrata dengan permukaan castte, miringkan kaki kearah lateral, pastikan true lateral
e.    Sentrasi     : Pada titik didaerah tengah tibia, dan arah sinar tegak lurus film.
f.     Fajtor Eksposi       : 40 – 45 kV, 5 –10  mAS
g.    Kriteria Imej
·         Tampak gambaran Cruris dengan kedua sendi pada posisi AP dan Lateral
·         Tampak garis-garis tulang   ( detail tinggi )
·         Tampak marker dan identitas pasen.
  1. Teknik Radiografi Genu
a.    Posisi pasen : tidur supine diatas meja pemeriksaan
b.    Posisi Obyek
Posisi AP   : Posisikan obyek dalam posisi AP ( Lutut nempel rata dengan casete ) dan pastikan sudah true AP.
Posisi Lateral : miringkan pasen pada sisi kaki yang akan diperiksa tekuk kaki sedemikian rupa sehingga cruris dan femur membentuk sudut 90 derajat tempelkan Genu rata dengan permukaan castte,
c.    Sentrasi     : Pada titik didaerah tengah genu, dan arah sinar tegak lurus film.
d.    Faktor Eksposi      : 40 – 45 kV, 5 –10  mAS
e.    Kriteria Imej
·         Tampak gambaran Genu posisi  AP dan Lateral
·         Tampak garis-garis tulang   ( detail tinggi )
·         Tampak marker dan identitas pasen.
  1. Teknik Radiografi Patella ( Sky Line )
Posisi Pasen : Tidur  supine kaki ditekuk sedemikian rupa sehingga cruris dan femur membentuk sudut 90 derajat.
Letakan casette ( 18 x 24 Cm ) pada femur sedemikian rupa sehingga ujung casete lebih tinggi 10 Cm dari genu. Csette dipegang oleh pasen agar tidak tutun
Sentrasi : pada titik di daerah tengah caput tibia, arah sinar miring 5 – 10 derajat caudad.                         
  1. Teknik Radiografi Femur
a.    Posisi pasen : tidur supine diatas meja pemeriksaan
b.    Posisi Obyek
Posisi AP   : Posisikan obyek dalam posisi AP ( Femur nempel rata dengan casete ) dan pastikan sudah true AP.
Posisi Lateral : miringkan pasen pada sisi kaki yang akan diperiksa, posisikan kaki yang tidak diperiksa sedemikian rupa sehingga tidak menghalangi obyek.
Sentrasi     : Pada titik didaerah tengah Fenur, dan arah sinar tegak lurus film.
c.    Faktor Eksposi      : 50 – 60 kV, 10 - 12  mAS
d.    Kriteria Imej
·         Tampak gambaran Femur dengan kedua sendi  posisi  AP dan Lateral
·         Tampak garis-garis tulang   ( detail tinggi )
·         Tampak marker dan identitas pasen.
  1. Caput Femoris
a.    Posisi pasen : tidur supine diatas meja pemeriksaan
b.    Posisi Obyek
Posisi AP   : Posisikan obyek dalam posisi AP ( Femur nempel rata dengan casete ) dan pastikan sudah true AP.
Posisi Lateral : Ganjal bagian Glutae dengan karet busa ( alat bantu ), letakan casette ( 24 x 30 Cm ) menempel pada daerah caput femu bagian lateral .
c.    Sentrasi     : Pada titik didaerah tengah Caput Femoris,  arah sinar horisontal dan tegak lurus film.
d.    Faktor Eksposi      : 50 – 60 kV, 10 - 12  mAS
e.    Kriteria Imej
·         Tampak gambaran caput Femuris posisi  AP dan Lateral
·         Tampak garis-garis tulang   ( detail tinggi )
·         Tampak marker dan identitas pasen. 
Sumber :
 http://www.babehedi.com/2012/02/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

Radiologi Foto Thorax


Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi radiografi dari thorax untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax, isi dan struktur-struktur di dekatnya. Foto thorax menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang digunakan pada orang dewasa untuk membentuk radiografi adalah sekitar 0.06 mSv.

Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax termasuk paru-paru, jantung dan saluran-saluran yang besar. Pneumonia dan gagal jantung kongestif sering terdiagnosis oleh foto thorax. CXR sering digunakan untuk skrining penyakit  paru yang terkait dengan pekerjaan di industri-industri seperti pertambangan dimana para pekerja terpapar oleh debu.
Secara umum kegunaan Foto thorax/CXR adalah :
-       untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler)
-       untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, haemothorax)
-       untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB)
-       untuk memeriksa keadaan jantung
-       untuk memeriksa keadaan paru-paru
Pada beberapa kondisi, CXR baik untuk skrining tetapi buruk untuk diagnosis. Pada saat adanya dugaan kelainan berdasarkan CXR, pemeriksaan imaging thorax tambahan dapat dilakukan untuk  mendiagnosis kondisi secara pasti atau mendapatkan bukti-bukti yang mengarah pada diagnosis yang diperoleh dari CXR.
Gambaran yang berbeda dari thorax dapat diperoleh dengan merubah orientasi relatif  tubuh dan arah pancaran X-ray. Gambaran yang paling umum adalah posteroanterior (PA), anteroposterior (AP) dan lateral.
1. Posteroanterior (PA)
Pada PA, sumber X-ray diposisikan sehingga X-ray masuk melalui posterior (back) dari thorax dan keluar dari anterior (front) dimana X-ray tersebut terdeteksi. Untuk mendapatkan gambaran ini, individu berdiri menghadap permukaan datar yang merupakan detektor X-ray. Sumber radiasi diposisikan di belakang pasien pada jarak yang standard, dan pancaran X-ray ditransmisikan ke pasien.
2. Anteroposterior (AP)
Pada AP posisi sumber X-ray dan detector berkebalikan dengan PA. AP chest X-ray lebih sulit diinterpretasi dibandingkan dengan PA dan oleh karena itu digunakan pada situasi dimana sulit untuk pasien mendapatkan normal chest x-ray seperti pada pasien yang tidak bisa bangun dari tempat tidur. Pada situasi seperti ini, mobile X-ray digunakan untuk mendapatkan CXR berbaring (“supine film”). Sebagai hasilnya kebanyakan supine film adalah juga AP.
3. Lateral
Gambaran lateral didapatkan dengan cara yang sama dengan PA namun pada lateral pasien berdiri dengan kedua lengan naik dan sisi kiri dari thorax ditekan ke permukaan datar (flat).
Abnormalitas atau kelainan gambaran yang biasa terlihat dari CXR adalah :
1. Nodule (daerah buram yang khas pada paru)
Biasanya disebabkan oleh neoplasma benign/malignan, granuloma (tuberculosis), infeksi (pneumoniae), vascular infarct, varix, wegener’s granulomatosis, rheumatoid arthritis.  Kecepatan pertumbuhan, kalsifikasi, bentuk dan tempat nodul bisa membantu dalam diagnosis. Nodul juga dapat multiple.
2. Kavitas
Yaitu struktur lubang berdinding di dalam paru. Biasanya disebabkan oleh kanker, emboli paru, infeksi Staphyllococcus. aureus, tuberculosis, Klebsiella pneumoniae, bakteri anaerob dan jamur, dan wegener’s granulomatosis.
3. Abnormalitas pleura.
Pleural adalah cairan yang berada diantara paru dan dinding thorax. Efusi pleura dapat terjadi pada kanker, sarcoid, connective tissue diseases dan lymphangioleiomyomatosis.
Walaupun CXR ini merupakan metode yang murah dan relatif aman namun  ada beberapa kondisi thorax yang serius yang mungkin memberikan hasil CXR normal misalnya pada pasien infark miokard akut yang dapat memberikan gambaran CXR yang normal.

Sumber :

 http://prodia.co.id/pemeriksaan-penunjang/radiologi-foto-thorax

Sistem Pernapasan Pada Manusia

Organ-Organ Pernapasan
Sistem Respirasi
1. Hidung

Hidung merupakan organ pernapasan yang letaknya paling luar. Manusia menghirup udara melalui hidung. Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi menyaring udara yang masuk dari debu atau benda lainnya. Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara sehingga udara yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu lembap.
Hidung
Udara bebas tidak hanya mengandung oksigen saja, namun juga gas-gas yang lain. Misalnya, karbon dioksida (CO2), belerang (S), dan nitrogen (N2). Gas-gas tersebut ikut terhirup, namun hanya oksigen saja yang dapat berikatan dengan darah. Selain sebagai organ pernapasan, hidung juga merupakan indra pembau yang sangat sensitif. Dengan kemampuan tersebut, manusia dapat terhindar dari menghirup gas-gas yang beracun atau berbau busuk yang mungkin mengandung bakteri dan bahan penyakit lainnya. Dari rongga hidung, udara selanjutnya akan mengalir ke tenggorokan.

2. Tenggorokan

Tenggorokan merupakan bagian dari organ pernapasan. Tenggorokan berupa suatu pipa yang dimulai dari pangkal tengorokan (laring), batang tenggorokan (trakea), dan cabang batang tenggorokan (bronkus).
Tenggorokan
  • Pangkal Tenggorokan (Laring)
Setelah melewati hidung, udara masuk menuju pangkal tenggorokan (laring) melalui faring. Faring terletak di hulu tenggorokan dan merupakan persimpangan antara rongga mulut ke kerongkongan dan rongga hidung ke tenggorokan. Setelah melalui laring, udara selanjutnya menuju ke batang tenggorokan (trakea).

Pada batang tenggorokan ini terdapat suatu katup epiglotis. Katup ini bekerja dengan cara membuka jika bernapas atau berbicara dan menutup pada saat menelan makanan. Adanya katup tersebut, udara akan masuk ke paru-paru dan makanan akan menuju lambung. Kita jangan makan sambil berbicara, hal tersebut dapat mengakibatkan makanan masuk ke paru-paru dan tenggorokan. Oleh karenanya, hindarilah makan sambil berbicara.

Pada laring, di bawah epiglotis, terdapat pita suara. Ketika udara melewati pita suara, pita suara akan bergetar dan menghasilkan suara. Hal ini terjadi ketika kamu berbicara.

  • Batang Tenggorokan (Trakea)

Batang tenggorokan tersusun dari cincin-cincin tulang rawan dan terletak di depan kerongkongan. Batang tenggorokan memanjang dari leher ke rongga dada atas. Di dalam rongga dada, batang tenggorokan ini bercabang dua. Setiap cabangnya masuk menuju paru-paru kanan dan paruparu kiri.

  • Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)

Cabang batang tenggorokan (bronkus) merupakan cabang dari trakea. Bronkus terbagi menjadi dua, yaitu yang menuju paru-paru kanan dan menuju paru-paru kiri. Bronkus bercabang lagi menuju bronkiolus. Masing-masing cabang tersebut berakhir pada gelembung paru-paru atau alveolus. Alveolus merupakan tempat terjadinya difusi oksigen ke dalam darah. Oleh karena itu, dinding alveolus mengandung banyak kapiler darah.

3. Paru-paru

Paru-paru terletak di dalam rongga dada. Antara rongga dada dan rongga perut terdapat suatu pembatas yang disebut diafragma. Pembatas ini bukan sekedar pembatas, tetapi berperan juga dalam proses pernapasan. Paru-paru terbagi menjadi paru-paru kanan dan paruparu kiri.
Paru-paru

Paru-paru pada dasarnya merupakan cabang-cabang suatu saluran yang ujungnya bergelembung. Gelembunggelembung tersebut disebut alveoli (tunggal: alveolus). Dalam alveoli inilah sesungguhnya terjadi pertukaran gas-gas. Paru-paru kanan terdiri atas tiga belahan sedangkan paru-paru kiri hanya dua belahan. Paru-paru kanan lebih besar dibandingkan yang kiri.

Proses Pernapasan

Saat bernapas, udara dihirup melalui hidung. Udara yang dihirup mengandung oksigen dan juga gas-gas lain. Dari hidung, udara terus masuk ke tenggorokan, kemudian ke dalam paru-paru. Akhirnya, udara akan mengalir sampai ke alveoli yang merupakan ujung dari saluran. Oksigen yang terkandung dalam alveolus bertukar dengan karbon dioksida yang terkandung dalam darah yang ada di pembuluh darah alveolus melalui proses difusi.

Dalam darah, oksigen diikat oleh hemoglobin. Selanjutnya darah yang telah mengandung oksigen mengalir ke seluruh tubuh. Oksigen diperlukan untuk proses respirasi sel-sel tubuh. Gas karbon dioksida yang dihasilkan selama proses respirasi sel tubuh akan ditukar dengan oksigen. Selanjutnya, darah mengangkut karbon dioksida untuk dikembalikan ke alveolus paru-paru dan akan dikeluarkan ke udara melalui hidung saat mengeluarkan napas.

1.    Jenis Pernapasan

  • Pernapasan Dada

Pernapasan dada terjadi karena otot antartulang rusuk berkontraksi sehingga rusuk terangkat dan akibatnya volume rongga dada membesar. Membesarnya rongga dada ini membuat tekanan dalam rongga dada mengecil dan paru-paru mengembang. Pada saat paru-paru mengembang, tekanan udara di luar lebih besar daripada di dalam paruparu, akibatnya udara masuk.
Pernapasan Dada
Sebaliknya, saat otot antartulang rusuk berelaksasi, tulang rusuk turun. Akibatnya, volume rongga dada mengecil sehingga tekanan di dalamnya pun naik. Pada keadaan ini paru-paru mengempis sehingga udara keluar.

  • Pernapasan Perut

Pernapasan ini terjadi karena gerakan diafragma. Jika otot diafragma berkontraksi, rongga dada akan membesar dan paru-paru mengembang. Akibatnya, udara akan masuk ke dalam paru-paru. Saat otot diafragma relaksasi, diafragma kembali ke keadaan semula. Saat itu, rongga dada akan menyempit, mendorong paru-paru sehingga mengempis. Selanjutnya, udara dari paru-paru akan keluar.
Pernapasan Perut

2.    Kapasitas Paru-paru

Udara yang masuk dan keluar saat berlangsungnya proses pernapasan biasa dinamakan udara pernapasan atau volume udara tidal. Volume udara tidal orang dewasa pada pernapasan biasa kira-kira 500 mL. Jika kamu menarik napas dalam-dalam maka volume udara yang dapat kita tarik mencapai 1500 mL. Udara ini dinamakan udara komplementer. Jika kamu mengembuskannapas sekuat-kuatnya, volume udara yang dapat diembuskan juga sekitar 1500 mL. Udara ini dinamakan udara suplementer.

Meskipun telah mengeluarkan napas sekuatkuatnya, tetapi masih ada sisa udara dalam paru-paru yang volumenya kira-kira 1500 mL. Udara sisa ini dinamakan udara residu. Sekarang, kamu dapat menghitung kapasitas vital paru-paru. Kapasitas vital paru-paru adalah jumlah dari volume udara tidal, volume udara komplementer, dan volume udara suplementer. Selain itu, kamu juga dapat menghitung kapasitas total paru-paru yang merupakan jumlah dari kapasitas vital paru-paru dan udara residu.
 
Sumber :
 http://www.biologisel.com/2013/01/sistem-respirasi-pada-manusia.html#_

Sistem Pencernaan pada Manusia





Pada dasarnya, semua makhluk hidup harus memenuhi kebutuhan energinya dengan cara mengkonsumsi makanan. Makanan tersebut kemudian diuraikan dalam sistem pencernaan menjadi sumber energi, sebagai komponen penyusun sel dan jaringan tubuh, dan nutrisi yang membantu fungsi fisiologis tubuh.
A.  Pengertian Sistem Pencernaan Manusia
Pencernaan makanan merupakan proses mengubah makanan dari ukuran besar menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, serta memecah molekul makanan yang kompleks menjadi molekul yang sederhana dengan menggunakan enzim dan organ-organ pencernaan. Enzim ini dihasilkan oleh organ-organ pencernaan dan jenisnya tergantung dari bahan makanan yang akan dicerna oleh tubuh. Zat makanan yang dicerna akan diserap oleh tubuh dalam bentuk yang lebih sederhana.
Proses pencernaan makanan pada tubuh manusia dapat dibedakan atas dua macam, yaitu :
1.  Proses pencernaan secara mekanik
Yaitu proses perubahan makanan dari bentuk besar atau kasar menjadi bentuk kecil dan halus. Pada manusia dan mamalia umumnya, proses pencernaan mekanik dilakukan dengan menggunakan gigi.
2.  Proses pencernaan secara kimiawi (enzimatis)
Yaitu proses perubahan makanan dari zat yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana dengan menggunakan enzim. Enzim adalah zat kimia yang dihasilkan oleh tubuh yang berfungsi mempercepat reaksi-reaksi kimia dalam tubuh.
Proses pencernaan makanan pada manusia melibatkan alat-alat pencernaan makanan. Alat-alat pencernaan manusia adalah organ-organ tubuh yang berfungsi mencerna makanan yang kita makan. Alat pencernaan dapat dibedakan atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Kelenjar pencernaan menghasilkan enzim-enzim yang membantu proses pencernaan kimiawi. Kelenjar-kelenjar pencernaan manusia terdiri dari kelenjar air liur, kelenjar getah lambung, hati (hepar), dan pankreas. Berikut ini akan dibahas satu per satu proses pencernaan yang terjadi di dalam saluran pencernaan makanan pada manusia.
B.  Saluran Pencernaan Manusia
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (penguyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim zat cair yang terbentang mulai dari mulut sampai anus. Saluran pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ berturut-turut dimulai dari mulut (cavum oris), kerongkongan (esofagus), lambung (ventrikulus), usus halus (intestinum), usus besar (colon), dan anus. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini.
 Saluran pencernaan manusia
1.  Mulut
Proses pencernaan dimulai sejak makanan masuk ke dalam mulut. Di dalam mulut terdapat alat-alat yang membantu dalam proses pencernaan, yaitu gigi, lidah, dan kelenjar ludah (air liur). Di dalam rongga mulut, makanan mengalami pencernaan secara mekanik dan kimiawi. Beberapa organ di dalam mulut, yaitu :
 a.  Gigi
Gigi berfungsi untuk mengunyah makanan sehingga makanan menjadi halus. Keadaan ini memungkinkan enzim-enzim pencernaan mencerna makanan lebih cepat dan efisien.
Gigi dapat dibedakan atas empat macam yaitu gigi seri, gigi taring, gigi geraham depan, dan gigi geraham belakang. Secara umum, gigi manusia terdiri dari tiga bagian, yaitu mahkota gigi (korona), leher gigi (kolum), dan akar gigi (radiks). Mahkota gigi atau puncak gigi merupakan bagian gigi yang tampak dari luar. Setiap jenis gigi memiliki bentuk mahkota gigi yang berbeda-beda. Gigi seri berbentuk seperti pahat, gigi taring berbentuk seperti pahat runcing, dan gigi geraham berbentuk agak silindris dengan permukaan lebar dan datar berlekuk-lekuk. Bentuk mahkota gigi pada gigi seri berkaitan dengan fungsinya untuk memotong dan menggigit makanan. Gigi taring yang berbentuk seperti pahat runcing untuk merobek makanan. Sedangkan gigi geraham dengan permukaan yang lebar dan datar berlekuk-lekuk berfungsi untuk mengunyah makanan.
Leher gigi merupakan bagian gigi yang terlindung dalam gusi, sedangkan akar gigi merupakan bagian gigi yang tertanam di dalam rahang. Bila kita amati gambar penampang gigi, maka akan tampak bagian-bagian seperti pada gambar berikut ini.
Bagian-bagian gigi
Email gigi merupakan lapisan keras berwarna putih yang menutupi mahkota gigi. Tulang gigi, tersusun atas zat dentin. Sumsum gigi (pulpa), merupakan rongga gigi yang di dalamnya terdapat serabut saraf dan pembuluh-pembuluh darah. Itulah sebabnya bila gigi kita berlubang akan terasa sakit, karena pada sumsum gigi terdapat saraf.


b.  
Lidah
Lidah berfungsi untuk mengaduk makanan di dalam rongga mulut dan membantu mendorong makanan (proses penelanan). Selain itu, lidah juga berfungsi sebagai alat pengecap yang dapat merasakan manis, asin, pahit, dan asam.
Tiap rasa pada zat yang masuk ke dalam rongga mulut akan direspon oleh lidah di tempat yang berbeda-beda. Letak setiap rasa berbeda-beda, yaitu:
  1. Rasa asin      —–>  lidah bagian tepi depan
  2. Rasa manis  —–>  lidah bagian ujung
  3. Rasa asam   —–>  lidah bagian samping
  4. Rasa pahit   —–>  lidah bagian belakang / pangkal lidah
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini.

letak kepekaan lidah terhadap rasa
Lidah mempunyai reseptor khusus yang berkaitan dengan rangsangan kimia. Lidah merupakan organ yang tersusun dari otot. Permukaan lidah dilapisi dengan lapisan epitelium yang banyak mengandung kelenjar lendir, dan reseptor pengecap berupa tunas pengecap. Tunas pengecap terdiri atas sekelompok sel sensori yang mempunyai tonjolan seperti rambut yang disebut papila

c.   
Kelenjar Ludah
Kelenjar ludah menghasilkan ludah atau air liur (saliva). Kelenjar ludah dalam rongga mulut ada tiga pasang, yaitu :
  1. Kelenjar parotis, terletak di bawah telinga.
  2. Kelenjar submandibularis, terletak di rahang bawah.
  3. Kelenjar sublingualis,  terletak di bawah lidah.
Letak kelenjar ludah di dalam rongga mulut dapat dilihat pada gambar berikut.
Kelenjar ludah di dalam mulut
Kelenjar parotis menghasilkan ludah yang berbentuk cair. Kelenjar submandibularis dan kelenjar sublingualis menghasilkan getah yang mengandung air dan lendir. Ludah berfungsi untuk memudahkan penelanan makanan. Jadi, ludah berfungsi untuk membasahi dan melumasi makanan sehingga mudah ditelan. Selain itu, ludah juga melindungi selaput mulut terhadap panas, dingin, asam, dan basa.
Di dalam ludah terdapat enzim ptialin (amilase). Enzim ptialin berfungsi mengubah makanan dalam mulut yang mengandung zat karbohidrat (amilum) menjadi gula sederhana (maltosa). Maltosa mudah dicerna oleh organ pencernaan selanjutnya. Enzim ptialin bekerja dengan baik pada pH antara 6,8 – 7 dan suhu 37oC.
2.    Kerongkongan
Kerongkongan (esofagus) merupakan saluran penghubung antara rongga mulut dengan lambung. Kerongkongan berfungsi sebagai jalan bagi makanan yang telah dikunyah dari mulut menuju lambung. Jadi, pada kerongkongan tidak terjadi proses pencernaan.
Otot kerongkongan dapat berkontraksi secara bergelombang sehingga mendorong makanan masuk ke dalam lambung. Gerakan kerongkongan ini disebut gerak peristalsis. Gerak ini terjadi karena otot yang memanjang dan melingkari dinding kerongkongan mengkerut secara bergantian. Jadi, gerak peristalsis merupakan gerakan kembang kempis kerongkongan untuk mendorong makanan masuk ke dalam lambung. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut.

Gerak peristalsis dalam kerongkongan
Makanan berada di dalam kerongkongan hanya sekitar enam detik. Bagian pangkal kerongkongan (faring) berotot lurik. Otot lurik pada kerongkongan bekerja secara sadar menurut kehendak kita dalam proses menelan. Artinya, kita menelan jika makanan telah dikunyah sesuai kehendak kita. Akan tetapi, sesudah proses menelan hingga sebelum mengeluarkan feses, kerja otot-otot organ pencernaan selanjutnya tidak menurut kehendak kita (tidak disadari).
3.     Lambung
Lambung (ventrikulus) merupakan kantung besar yang terletak di sebelah kiri rongga perut sebagai tempat terjadinya sejumlah proses pencernaan. Lambung terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian atas (kardiak), bagian tengah yang membulat (fundus), dan bagian bawah (pilorus).
Kardiak berdekatan dengan hati dan berhubungan dengan kerongkongan. Pilorus berhubungan langsung dengan usus dua belas jari. Di bagian ujung kardiak dan pilorus terdapat klep atau sfingter yang mengatur masuk dan keluarnya makanan ke dan dari lambung. Struktur lambung dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Struktur lambung
Dinding lambung terdiri dari otot yang tersusun melingkar, memanjang, dan menyerong. Otot-otot tersebut menyebabkan lambung berkontraksi, sehingga makanan teraduk dengan baik dan bercampur merata dengan getah lambung. Hal ini menyebabkan makanan di dalam lambung berbentuk seperti bubur.
Dinding lambung mengandung sel-sel kelenjar yang berfungsi sebagai kelenjar pencernaan yang menghasilkan getah lambung. Getah lambung mengandung air lendir (musin), asam lambung, enzim renin, dan enzim pepsinogen. Getah lambung bersifat asam karena banyak mengandung asam lambung. Asam lambung berfungsi membunuh kuman penyakit atau bakteri yang masuk bersama makanan dan juga berfungsi untuk mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin berfungsi memecah protein menjadi pepton dan proteosa. Enzim renin berfungsi menggumpalkan protein susu (kasein) yang terdapat dalam susu. Adanya enzim renin dan enzim pepsin menunjukkan bahwa di dalam lambung terjadi proses pencernaan kimiawi. Selain menghasilkan enzim pencernaan, dinding lambung juga menghasilkan hormon gastrin yang berfungsi untuk pengeluaran (sekresi) getah lambung.
Di dalam lambung terjadi gerakan mengaduk. Gerakan mengaduk dimulai dari kardiak sampai di daerah pilorus. Gerak mengaduk terjadi terus menerus baik pada saat lambung berisi makanan maupun pada saat lambung kosong. Jika lambung berisi makanan, gerak mengaduk lebih giat dibanding saat lambung dalam keadaan kosong. Mungkin kita pernah merasakan perut terasa sakit dan berbunyi karena perut kita sedang kosong. Hal itu disebabkan gerak mengaduk saat lambung kosong. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar berikut.

Gerak mengaduk pada lambung.
Makanan umumnya bertahan tiga sampat empat jam di dalam lambung. Makanan berserat bahkan dapat bertahan lebih lama. Dari lambung, makanan sedikit demi sedikit keluar menuju usus dua belas jari melalui sfingter pilorus.
4.  Usus Halus

Usus halus (intestinum) merupakan tempat penyerapan sari makanan dan tempat terjadinya proses pencernaan yang paling panjang. Usus halus terdiri dari :
  1. Usus dua belas jari (duodenum)
  2. Usus kosong (jejenum)
  3. Usus penyerap (ileum)
Pada usus dua belas jari bermuara saluran getah pankreas dan saluran empedu. Pankreas menghasilkan getah pankreas yang mengandung enzim-enzim sebagai berikut :
  1.  Amilopsin (amilase pankreas)
    Yaitu enzim yang mengubah zat tepung (amilum) menjadi gula lebih sederhana (maltosa).
  2. Steapsin (lipase pankreas)
    Yaitu enzim yang mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
  3. Tripsinogen
    Jika belum aktif, maka akan diaktifkan menjadi tripsin, yaitu enzim yang mengubah protein dan pepton menjadi dipeptida dan asam amino yang siap diserap oleh usus halus.
Empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung di dalam kantung empedu. Selanjutnya, empedu dialirkan melalui saluran empedu ke usus dua belas jari. Empedu mengandung garam-garam empedu dan zat warna empedu (bilirubin). Garam empedu berfungsi mengemulsikan lemak. Zat warna empedu berwarna kecoklatan, dan dihasilkan dengan cara merombak sel darah merah yang telah tua di hati. Zat warna empedu memberikan ciri warna cokelat pada feses. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut.


Pada bagian usus dua belas jari bermuara saluran getah pankreas dan saluran empedu.
Selain enzim dari pankreas, dinding usus halus juga menghasilkan getah usus halus yang mengandung enzim-enzim sebagai berikut :
  1. Maltase, berfungsi mengubah maltosa menjadi glukosa.
  2. Laktase, berfungsi mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
  3. Sukrase, berfungsi mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
  4. Tripsin, berfungsi mengubah pepton menjadi asam amino.
  5. Enterokinase, berfungsi mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin.
Di dalam usus halus terjadi proses pencernaan kimiawi dengan melibatkan berbagai enzim pencernaan. Karbohidrat dicerna menjadi glukosa. Lemak dicerna menjadi asam lemak dan gliserol, serta protein dicerna menjadi asam amino. Jadi, pada usus dua belas jari, seluruh proses pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein diselesaikan. Selanjutnya, proses penyerapan (absorbsi) akan berlangsung di usus kosong dan sebagian besar di usus penyerap. Karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa, lemak diserap dalam bentuk asam lemak dan gliserol, dan protein diserap dalam bentuk asam amino. Vitamin dan mineral tidak mengalami pencernaan dan dapat langsung diserap oleh usus halus. Struktur usus halus dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Penampang Usus Halus Manusia
Pada dinding usus penyerap terdapat jonjot-jonjot usus yang disebut vili (Lihat gambar diatas). Vili berfungsi memperluas daerah penyerapan usus halus sehingga sari-sari makanan dapat terserap lebih banyak dan cepat. Dinding vili banyak mengandung kapiler darah dan kapiler limfe (pembuluh getah bening usus). Agar dapat mencapai darah, sari-sari makanan harus menembus sel dinding usus halus yang selanjutnya masuk pembuluh darah atau pembuluh limfe. Glukosa, asam amino, vitamin, dan mineral setelah diserap oleh usus halus, melalui kapiler darah akan dibawa oleh darah melalui pembuluh vena porta hepar ke hati. Selanjutnya, dari hati ke jantung kemudian diedarkan ke seluruh tubuh.
Asam lemak dan gliserol bersama empedu membentuk suatu larutan yang disebut misel. Pada saat bersentuhan dengan sel vili usus halus, gliserol dan asam lemak akan terserap. Selanjutnya asam lemak dan gliserol dibawa oleh pembuluh getah bening usus (pembuluh kil), dan akhirnya masuk ke dalam peredaran darah. Sedangkan garam empedu yang telah masuk ke darah menuju ke hati untuk dibuat empedu kembali. Vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) diserap oleh usus halus dan diangkat melalui pembuluh getah bening. Selanjutnya, vitamin-vitamin tersebut masuk ke sistem peredaran darah.
Umumnya sari makanan diserap saat mencapai akhir usus halus. Sisa makanan yang tidak diserap, secara perlahan-lahan bergerak menuju usus besar.
5.  Usus Besar
Makanan yang tidak dicerna di usus halus, misalnya selulosa, bersama dengan lendir akan menuju ke usus besar menjadi feses. Di dalam usus besar terdapat bakteri Escherichia coli. Bakteri ini membantu dalam proses pembusukan sisa makanan menjadi feses. Selain membusukkan sisa makanan, bakteri E. coli juga menghasilkan vitamin K. Vitamin K berperan penting dalam proses pembekuan darah.
Sisa makanan dalam usus besar masuk banyak mengandung air. Karena tubuh memerlukan air, maka sebagian besar air diserap kembali ke usus besar. Penyerapan kembali air merupakan fungsi penting dari usus besar.
Usus besar terdiri dari bagian yang naik, yaitu mulai dari usus buntu (apendiks), bagian mendatar, bagian menurun, dan berakhir pada anus. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar  berikut ini.

Struktur usus besar
Perjalanan makanan sampai di usus besar dapat mencapai antara empat sampai lima jam. Namun, di usus besar makanan dapat disimpan sampai 24 jam. Di dalam usus besar, feses di dorong secara teratur dan lambat oleh gerakan peristalsis menuju ke rektum (poros usus). Gerakan peristalsis ini dikendalikan oleh otot polos (otot tak sadar).
6.  Anus
Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus. Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik.
Jadi, proses defekasi (buang air besar) dilakukan dengan sadar, yaitu dengan adanya kontraksi otot dinding perut yang diikuti dengan mengendurnya otot sfingter anus dan kontraksi kolon serta rektum. Akibatnya feses dapat terdorong ke luar anus. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut ini.
 

Sumber :
 http://wandylee.wordpress.com/2012/03/14/pencernaan-manusia/